Header Ads

ads header

BERITA TERKINI

prespektif Pendidikan Agama Islam menurut Azyumardi Azra


Swara Khatulistiwa Swara Khatulistiwa
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Era globalisasi dewasa ini dapat mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia pada umumnya, atau pendidikan Islam khususnya pesantren. Argumen panjang lebar tidak perlu dikemukakan lagi, bahwa masyarakat muslim tidak bisa menghindarkan diri dari arus globalisasi tersebut, apalagi jika ingin survive dan berjaya di tengah perkembangan dunia yang kian kompetitif. Dengan demikian, pembaruan Islam harus dilakukan seiring dengan perkembangan zaman.
(azra 1998 :23) Kenyataan yang demikian, menurut Azyumardi Azra  perlu segera dicarikan solusinya. Menurutnya, dalam pendidikan Islam perlu dikembangkan strategi pendekatan ganda dengan tujuan untuk memadukan pendekatan-pendekatan situasional jangka pendek dengan pendekatan konseptual jangka panjang. Sebab, pendidikan Islam adalah suatu usaha mempersiapkan muslim agar dapat menghadapi dan menjawab tuntutan kehidupan dan perkembangan zaman secara manusiawi. Karena itu, hubungan usaha pedidikan Islam dengan kehidupan dan tantangan itu haruslah merupakan hubungan yang parsial dan bukan hubungan insidental dan tidak menyeluruh. Di sini letak pentingnya sebuah upaya pembenahan dalam sistem pendidikan.
banyak pemiiran-pemikiran yang keluar dari seorang Azra yang dapat kita gunakan sebagi motivasi dalam belajar dan sebagai jalan untuk menjalani suatu permaslahatan pendidian Islam. Dari pemikiran- pemikiranya, tentu banyak sekali tanda Tanya tentang sosok Azyumardi Azra ini mengenai tipikal dan corak pemikiran beliau tentang pendidian Agama Islam yang ada di Indonesia.
Di sisi lain, Azyumardi Azra juga mempunyai pemikiran tentang moderenisasi dari semua aspek salah satunya adalah aspek pendidikan Islam yang ia sebut sebagai Aspek sentral dalam menjalani kehidupan. (Azra 1998 :31) program modernisasi pendidikan Islam. Azyumardi beranggapan, bahwa mempertahankan pemikiran kelembagaan Islam “tradisional” hanya akan memperpanjang nestapa ketidak­berdayaan kaum muslim dalam berhadapan dengan kemajuan dunia modern. 
Bertolak dari pemikiran-pemikiran di atas, sehingga permasalahan yang hendak dikaji dalam makalah ini adalah difokuskan pada pemikiran Azyumardi Azra yang berkenaan dengan gagasan pembaruan Islam. Azyumardi Azra dikenal sebagai salah satu tokoh dalam dunia pendidikan Indonesia yang banyak mengungkap permasalahan pendidikan Islam di Indonesia. Olehnya itu, dalam makalah ini akan dibahas pula sosok beliau sebagai tokoh intelektual muslim yang memiliki peranan dalam dunia pendidikan Islam.

           

B.     Tujuan
            Dari pemaparan  latar belakang di atas, ada beberapa tujuan yang penulis  ambil di dalam pembuatan makalah ini. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Tujuan umum
·         Menceritakan riwayat hidup Azyumardi Azra
·         Menjelaskan pendapat Azyumardi Azra tentang pemikiran pendidikan Islam
·         Menjelaskan konsep modrenisai pendidikan menurut Azyumardi Azra
2.      Tujuan khusus
·         Menyelesaikan tugas individu mata pelajaran filsafat pendidikan Islam
·         Mempresentasikan hasil makalah ini kepada mahasiswa STAIN Pontianaka, Jurusan tarbiyah, Prodi PAI kelas IV A


C.    Rumusan masalah
rumusan masalah yang dapat kami tulis di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana riwayat hidup Azyumardi Azra ?
2.      Apa pendapat Azyumardi Azra hakikat pemikiran pendidikan Islam ?
3.      Apa sumber-sumber pendidikan Islam menurut Azyumardi Azra ?
4.      Pendapat Azymumardi Azra tentang modernisasi ?









BAB II
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM AZYUMARDI AZRA

A.    Riwayat Azyumardi Azra
Azyumardi Azra lahir di lubuk Agung, Sumatra Barat pada 3 maret 1955 dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang agamis, anak ketiga dari enam bersaudara ini dibesarkan oleh orang tua yang sangat sadar pentingnya pendidikan, meski kondisi kehidupan keluarganya sulit. Hasil jerih payah keringat ayahnya yang berprofesi sebagai tukang kayu, pedagang cengkeh, dan ibunya berprofesi sebagai guru agama di sekolah dasar (SD).  Tak memungkinkan untuk membiayai pendidikannua. Namun demikian ibunya sangat berperan dalam mengajarkan nilai-nilai Islam, nilai-nilai moral dan humanisme padanya, sedangkan ayahnya ia mendapatkan banyak pengajaran kedisiplinan dan etos kerja sehingga tidak mengherankan lagi ia suka bekerja keras (Kurniawan 2013: 285).
            Dia memulai sekolah formal pada umur 9 tahun di SD sekitar rumahnya. Lalu meneruskan ke PGAN di Padang.setelah tamat di PGAN pada 1975 lalu ia masuk IAIN Syarif Hidayatullah, demi menturuti kemauan orang tuanya. Disini lah ia mulai mengasah pemikiranya, tidak hanya di kampus namun ia juga mengikuti kegiatan ekstra kampus yaitu HMI cabang Ciputat pada 1981-91982) setelah tamat S1 pada 1982, ia melanjutkan program S2 di Colombia, new York. Dan pada 1988 ia memperoleh gelar kedua.
Azyumardi Azra kini dikenal pula sebagai profesor yang ahli sejarah Islam dan nilai-nilai hidup Nabi Muhammad. Sejak tahun 1998 hingga sekarang dia adalah rektor pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, yang sejak Mei 2002 lalu berubah nama menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.
Pada awalnya sesungguhnya Azyumardi tidaklah berobsesi atau bercita-cita menggeluti studi keislaman. Sebab, dia lebih berniat memasuki bidang kependidikan umum di IKIP. Adalah desakan ayahnya, yang menyuruh Azyumardi masuk ke IAIN sehingga dia kini dikenal sebagai tokoh intelektual Islam masa depan. Dia lahir dari ayah Azikur dan ibu Ramlah.
Azyumardi lulus dari Fakultas Tarbiyah, IAIN Jakarta pada tahun 1982. Pada tahun 1986 memperoleh beasiswa Fullbright Scholarship untuk melanjutkan studi ke Columbia University, Amerika Serikat. Dia memperoleh gelar MA (Master of Art) pada Departemen Bahasa dan Budaya Timur Tengah pada tahun 1998. Kemudian, memenangkan beasiswa Columbia President Fellowship dari kampus yang sama, tapi kali ini Azyumardi pindah ke Departemen Sejarah, dan memperoleh gelar MA lain di tahun 1989, kemudian gelar Master of Philosophy (Mphil) di tahun 1990, serta doktor Philosophy Degree (PhD) di tahun 1992 dengan disertasi berjudul "The Transmission of Islamic Reformism to Indonesia: Networks of Middle Eastern and Malay-Indonesian `Ulama in the Seventeenth and Eighteenth Centuries". Disertasi ini bahkan telah dipublikasikan oleh Australia Association of Asian Studies bekerjasama dengan Allen Unwin.
Kembali ke Jakarta, di tahun 1993 Azyumardi mendirikan sekaligus menjadi pemimpin redaksi Studia Islamika, sebuah jurnal Indonesia untuk studi Islam. Kembali melanglang buana, pada tahun 1994-1995 dia mengunjungi Southeast Asian Studies pada Oxford Centre for Islamic Studies, Oxford University, Inggris, sambil mengajar sebagai dosen pada St. Anthony College. Azyumardi pernah pula menjadi profesor tamu pada University of Philippines, Philipina dan University Malaya, Malaysia keduanya di tahun 1997. Selain itu, dia adalah anggota dari Selection Committee of Southeast Asian Regional Exchange Program (SEASREP) yang diorganisir oleh Toyota Foundation dan Japan Center, Tokyo, Jepang antara tahun 1997-1999.
Di tahun 2001 Guru Besar dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah (1998-2006) Azyumardi Azra memperoleh kepercayaan sebagai profesor tamu internasional pada Deparmen Studi Timur Tengah, New York University (NYU). Sebagai dosen, dia antara lain mengajar pada NYU, Harvard University (di Asia Center), serta pada Columbia University. Dia juga dipercaya menjadi pembimbing sekaligus penguji asing untuk beberapa disertasi di Universiti Malaya, Universiti Kebangsaan Malaysia, maupun di University of Leiden.
Suami dari Ipah Fariha serta ayah empat orang anak, Raushanfikri Usada, Firman El-Amny Azra, Muhammad Subhan Azra, dan Emily Sakina Azra ini, juga aktif mempresentasikan makalah pada berbagai seminar dan workshop setingkat nasional maupun internasional. Pria yang pernah tercatat sebagai Lihat Daftar Wartawan.
wartawan "Panji Masyarakat" di tahun 1979-1985 ini, telah menulis dan menterbitkan buku antara lain berjudul Jaringan Ulama (Tahun 1994), Pergolakan Poitik Islam (1996), Islam Reformis (1999), Konteks Berteologi di Indonesia (1999), Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (1999), Esei-esei Pendidikan Islam dan Cendekiawan Muslim (1999), Renaisans Islam di Asia Tenggara –buku ini berhasil memenangkan penghargaan nasional sebagai buku terbaik untuk kategori ilmu-ilmu sosial dan humaniora di tahun 1999, dan buku Islam Substantif (tahun 2000).
Pehobi joging dan menonton pertandingan sepakbola ini awalnya menampik sebagai pimpinan kampus, terutama ketika ditunjuk menjadi Pembantu Rektor (Purek) I Bidang Akademik. Namun dia sadar, adalah kampusnya itu yang telah membentuk kadar intelektualnya, yang telah pula mengirimnya sekolah kemana-mana sehingga semuanya dianggapnya sebagai utang. Kesediaan menjadi Purek ternyata bermakna lain, menjadi sinyal bagi sejawatnya bahwa jika dipercayakan sebagai rektor dia pasti tidak bisa menolak. "Itu saya sebut sebagai musibah," katanya suatu ketika, menanggapi penunjukannya sebagai rektor.
Dia pun lantas memperlebar makna kampusnya, dari IAIN manjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah sejak Mei 2002 lalu. Perubahan itu disebutkannya sebagai kelanjutan ide rektor terdahulu Prof. Dr. Harun Nasution, yang menginginkan lulusan IAIN haruslah orang yang berpikiran rasional, modern, demokratis, dan toleran. Lulusan yang tidak memisahkan ilmu agama dengan ilmu umum, tidak memahami agama secara literer, menjadi Islam yang rasional bukan Islam yang madzhabi atau terikat pada satu mazhab tertentu saja. Itulah sebabnya, kata pemilik 12 ribu mahasiswa itu, untuk mencapai ide tersebut institusinya harus dibenahi agar ilmu umum dan agama bisa saling berinteraksi. Dan satu-satunya cara adalah mengembangkan IAIN menjadi universitas sehingga muncullah fakultas sains, ekonomi, teknologi, MIPA, komunikasi, matematika, dan lain-lain.
Azyumardi juga ingin agar wawasan keislaman akademik yang dikembangkannya harus mempunyai wawasan keindonesiaan sebab hidup kampusnya di Indonesia. "Jadi, keislaman yang akan kita kembangkan itu adalah keislaman yang konstekstual dengan Indonesia karena tantangan umat muslim di sini adalah tantangan Indonesia," ujarnya. Pendekatannya terhadap agama adalah pendekatan yang tidak berfanatisme dan bermadzhab, berbeda dengan anak-anak yang memahami agama secara literer yang cenderung hitam putih.

B.     Pengertian pendidikan Agama Islam menurut Azyumardi Azra
            Proses peningkatan kualitas sumber daya manusia yang merupakan sasaran pembangunan nasional saat ini, merupakan tanggung jawab masyarakat dan bangsa Indonesia. Namun sukar untuk dibantah bahwa pendidikan merupakan hal yang utama kedudukannya dan sangat urgen dalam proses peningkatan sumber daya manusia. Hal ini relevan dengan apa yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang menyatakan bahwa fungsi pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (DEPDIKNAS 2003: 2).
            Menurut Azyumardi Azra pendidikan Islam adalah  suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW., agar dapat mencapai derajat yang tinggi supaya ia mampu menunaikan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi, dan berhasil mewujudkan kebahagiaan di Dunia dan Akhirat (Azra, 1999 : 5) dari penjabaran pendidikan yang dipaparkan oleh Departemen Pendidikan Nasional sejalan dengan tujuan pendidikan Agama Islam menurut Azyumardi Azra, bahkan pendidikan Agama Islam menurut Azyumardi Azra lebih jelas, bahwa ia adalah salah satu tokoh pendidikan yang mlihat keberhasilan pendidikan itu dari perubahan yang terjadi atas diri seorang peserta didik maupun lingkungan.
Azyumardi Azra merumuskan, bahwa pendidikan secara umum adalah proses pemindahan nilai-nilai budaya dari suatu generasi ke generasi berikutnya (reformasi-pendidikan-suatu-keharusan : 15 mei 2013) dengan kata lain bahwa pendidikan ini adalah salah satu cara  mempersiapkan generasi pemimpin bangsa yang intelektual dan sebagai media untuk melanjutkan estapet-estapet perjuangan serta budaya bangsa. Ditegaskan lagi bahwa Pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien.(azra 1999 :3)
Sebagaimana disebutkan bahwa pendidikan adalah proses pemindahan nilai-nilai, maka, dalam pendidikan Islam ia menegaskan bahwa yang dimaksud pemindahan adalah nilai-nilainya, yaitu nilai-nilai yang berasal dari sumber-sumber Islam .Nilai-nilai itulah yang diusahakan oleh pendidikan Islam untuk dipindahkan  dari satu generasi kepada generasi selanjutnya, sehingga terjadi kesinambungan ajaran-ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat.
Menutur Azra islam adalah ajaran yang menyeluruh dan terpadu. Islam mengatur aspek kehidupan manusia baik dalam unsur-unsur keduniaan maupun yang menyangkut keakhiratan. Pendidikan adalah bagian yang tak terpisahkan dari ajaran Islam secara keseluruhan. Pendidikan merupakan bagian terpadu dari aspek-aspek ajaran Islam, karena itu dasar pendidikan Islam inheren dengan ajaran-ajaran Islam, epistemologi yang do jadikan rujukan Azyumardi Azra dalam merekontruksi paradigma pendidikan Islam adalah (1) Al-quran (2) Sunnah Nabi, (3) Ijtihad sahabat, (4) Kemaslahatan Masyarakat, (5)  Nilai- nilai adat istiadat dan kebiasaan sosial, dan (6) hasil pemikiran pemikir Islam (Kurniawan 2013 : 292).
Azra juga mempunyai pemikiran yang berbeda antara konsep pendidikan dan konsep pengajaran. Yang mana pendidikan menurut azra bukan hanya prsoses transfer ilmu, namun juga penanaman nilai-nilai karakter yang terdapat di dalam suatu materi pelajaran sehingga dapat dilihat keberhasilan prmbelajaran dengan mengukur aplikasi dari penanaman nilai karakter ini dan berbeda dengan konsep pengajaran yang ia fahami sebagai alat transfer ilmu pengetahuan dari seorang pendidik ke peserta didik saja, sehingga tidak ada penanaman serta bimbingan seorang pendidik untuk melihat kualitas keperibadian seorang peserta didik.
Azra mengeritik sistem pendidikan di barat, yang menurutnya tidak lain daripada sekedar pengajaran, tidak lebih dari suatu proses transfer ilmu dan keahlian (Kurniawan 2013 : 290). hal ini di karenakan sistem pendidikan di barat tidak mengukur dari tingkah laku atau implementasi nilai-nilai karakter sebagai nilai yang paling penting dari tujuan akhir pendidikan, sehingga pendidikan hanya menjadi suatu komoditas belaka dan sebagai ajang untuk saling unjuk keahlian dan berdampak kepada berbagai implikasinya dalam kehidupan sosial masyarakat. Dari konsep ini Azra mengingatkan kembali kepada seluruh umat islam untuk meraih kembali masa keemasan Islam, yang mana pendidikan tidak hanya dijadikan sebagai suatu proses transfer ilmu atau berubahnya kondisi seseorang dari tidak tahu menjadi tahu saja, namun pendidikan ini juga harus mempunyai kepedulian dan perhatian terhadap nilai-nilai kepribadian dari seorang peserta didik. Di situ lah keseimbangan pendidikan dan pengajaran akan terjadi, sehingga pengetahuan yang di dapat bukan hanya untuk di kembangkan agar mendapatkan gelar sebagai ahli maupun spesialis dari suatu golongan disiplin keilmuan, namun juga dapat mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh rasa tanggung jawab yang akan berdampak pada karakteristik pendidikan Islam.
Menurut Azra pendidikan Islam merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam secara keseluruhan (Kurniawan, 2013 : 291) pemikiran seperti ini ia ambil dari tujuan pembentukan manusia dan fitrah manusia di turunkan kedunia yang di sebutkan di dalam Quran Surah Al-Dzariyat ayat 56 yang artinya “tidak kuciptakan jin dan manusia selain untuk menyembahku” dan menurutnya tujuan hidup manusia iatu tidak terlepas dari tujuan hidup manusia yaitu menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah untuk kebahagiaan dunia dan di akhira. Sehingga wajar apabila ia menggabungkan sumber-sumber ajaran Islam sama seperti pendidikan Islam.
Dengan demikian untuk mencapai suatu tujuan yang optimal, haruslah desertai dengan perencanaan yang matang. Begitu halnya dengan pendidikan Islam. Agar tujuan pendidikan Islam tercapai secara optimal maka perlulah perencanaan yang jauh di siapkan sebelum pendidikan itu di hamparkan kehadapan peserta didik. Untuk mencapai tujuan yang di maksud, menurutnya perencanaan kurikulum pendidikan haruslah nilai pokok dan permanen, yakni persatuan masyarakat Internasional berdasarkan kepentingan teknologi dan kebudayaan bersama atas nilai-nilai bersama (kurniawan: 2013 : 291)

C.     Sumber Pendidikan Islam
Dari kosep Pengertian pendidikan Agama Islam menurut Azyumardi Azra sebelumnya, telah disinggung ada beberapa  sumber-sumber pendidikan Islam dalam pandangan Azyumardi azra yang telah ia rincikan menjadi enam komponen antara lain :
1.      Al-Qur’an, sebagai kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad  menjadi sumber pendidikan Islam yang pertama dan utama.
2.      Sunnah Nabi Muhammad; segala yang dinukilkan  dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan maupun berupa taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan perjalanan hidup; baik yang demikian itu sebelum Nabi SAW diangkat menjadi Rasul, maupun sesudahnya. Oleh sebab sunnah mencerminkan prinsip, manifestasi wahyu dalam segala perbuatan, perkataan dan taqriri nabi, maka beliau menjadi tauladan yang harus diikuti.
3.      Kata-Kata Sahabat Nabi Saw. Para sahabat nabi bergaul dengannya dan banyak mengetahui Sunnah Nabi yang menjadi sumber kedua pendidika Islam.
4.      Kemaslahatan Masyarakat. Maslahat artinya membawa manfaat dan menjauhkan mudharat. Tegaknya manusia dalam agama, kehidupan dunia dan akhiratnya adalah  dengan berlakunya kebaikan dan terhindarnya dari keburukan. Kemaslahatan manausia tidak mempunyai batas dimana harus berbakti. Ia berkembang dan berubah dengan perubahan zaman dan berbeda menurut tempat.
5.      Nilai-Nilai Adat dan Kebiasaaan-Kebiasan Sosial. Adat dan kebiasaan tersebut tentunya yang positif. Hal ini sesuai dengan pandangan, bahwa pendidikan adalah usaha pemeliharaan, pengembangan dan pewarisan nilai-nilai budaya masyarakat yang positif.
6.      Hasil Pemikiran-Pemikiran dalam Islam. Pemikiran yang dimaksud adalah pemikiran para filosof, pemikiran pemimpin, dan intelektual muslim khususnya dalamb idang pendidikan dapat dijadikan referensi (sumber) bagi pengembangan pendidikan Islam.
Banyak tokoh-tokoh pendidikan Islam yang ada di Indonesia yang mempunyai prespektif yang berbeda tentang sumber-sumber Pendidikan Islam ini ada tokoh yang mengatakan dua sumber saja yaitu alquran dan sunnah ada yang mengatakan tiga seperi Ahmad Tafsir yang mengatakan sumber pendidikan Islam adalah Al-quran, Sunnah dan Akal manusia. Namun dari sumber-sumber inilah yang melandasi bagi pemikiran pendidikan Islam Azyumardi Azra  sebagai cendekiawan yang rasionalis, modernis, demokratis, dan toleran sebagai pelanjut perjuangan rektor-rektor IAIN Jakarta sebelumnya yang sekaligus sebagai guru-gurunya; Prof. Dr. Harun Nasution dan H.M. Quraish Shihab yang dikenal sebagai tokoh yang demokratis.
D.    Modernisasi menurut Azyumardi Azra
Allah SWT adalah sumber pendidikan utama bagi setiap Muslim. Dia memberikan pengetahuan dan pengajaran kepada manusia melalui wahyu kepada utusann-Nya. Nabi Muhammad SAW mendidik dan mengajar manusia berdasarkan cita-cita dan prinsip-prinsip ajaran Tuhan; menyuarakan dan menyiapkan penganut Islam untuk menegakkan keadilan; kesejahteraan guna terwujudnya masyarakat yang diridhai Allah.
Beliau menjelaskan bahwa Matematika, IPA; Fisika-Biologi, IPS, adalah ilmu-ilmu Islam yang diambil dari ayat-ayat kauniyah. Sedangkan al-Qur’an, Hadits, Tafsir, ilmu-ilmu Islam dari ayat-ayat qauliyah. Dari pembagian ini, bukan bermaksud untuk memisahkan Ilmu pengetahuan umum dan ilmu Agama, namun dengan pembagian ini memudahkan cara berpikir untuk menyatukan ilmu pendidikan dan memberikan bahwa semua ilmu yang ada di dunia adalah satu perpaduan yang di turunkan dari Tuhan yang maha kuasa. Sehingga dalam pendidikan harus memperhatikan aspek kognisi sehingga dengan pengetahuan dapat diinternalisasikan dalam aspek afektif lebih lanjut ilmu yang didapat mampu diamalkan (psikomotorik).
Azyumardi Azra berpendapat bahwa modernisasi atau pembaharuan Islam merupakan upaya untuk mengaktualisasikan ajaran Islam agar sesuai dengan perkembangan sosial yang terjadi.(Kurniawan 2013: 293) dari konteks ini menegaskan bahwa ajaran Islam dapat disesuaikan dengan tuntutan sosial, sehingga dengan perubahan pemikiran-pemikiran atau kebiasaan lama yang mengandung nilai muamalah di sesuaikan dengan perkembangan zaman dan tidak mengubah ajaran Islam yang di ajarkan oleh Rasulullah. Di sisi lain di tegaskan lagi oleh pendapat Harun Nasution yang mengatakan pembaharuan atau modernisasi mengandung pemikiran, aliran, gerakan, usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat, intitusi-intituisi lama, dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang di timbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.( Kurniawan 2013: 293).
Dengan perubahan yang di sesuaikan dengan suasana sosial dan kemajuan ilmu pengetahuan tersebut, maka akan dapat menghasilkan lulusan yang mampu bersaing dengan pasar global di zaman modern ini. Untuk itu, para pendidik dan tenaga kependidikan juga harus ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya dengan cara pengiriman ke universitas-universitas besar di Barat dimana mereka akan mendapat pelatihan dalam pengajaran dan metodologi penelitian, interpretasi dan analisis. Sehingga setelah mereka menggali ilmu di Negara-negara yang pengetahuannya lebih maju, mereka dapat memberikan atau membagikan ilmu yang telah mereka dapat ke dunia pendidikan Indonesia.
Pendidikan Islam dalam pandangan Azyumardi haruslah melakukan perubahan secara signifikan. Adapun untuk mencapai perubahan pendidikan Islam itu, dengan cara perubahan dalam pemikiran dan kelembagaan. Pemikirannya  harus bebas, rasional, modern, demokratis dan toleran (Sebagaimana Puncak Kejayaan/ Keemasan Islam di Zaman Klasik. Pada masa kejayaan Islam di dinasti Umayyah. Masyarakat Islam pada saat itu sangat menjunjung tinggi Ilmu pengetahuan dan tingkat toleransi Ilmuan pada masa itu sangat tinggi, sehingga banyak pemikiran-pemikiran  yang dapat di aplikasikan berdampak kepada ilmu pengetahuan pada saat itu yang berkiblat kepada tokoh pemikir-prmikir Islam.  
Namun terjadi kesenjangan antara masa dimana Islam menjadi salah satu pusat keilmuan dengan Islam pada Negara-negara yang berkembang. Biasanya bangsa-bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam di negeri-negeri yang sedang berkembang, menghadapi persoalan- persoalan yang disebabkan antara lain, ledakan penduduk dan meningkatnya tuntunan-tuntunan keperluan dari penduduk. Negeri-negeri berkembang menyadari ketertinggalan mereka dari negeri-negeri yang telah maju, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dewasa in, dunia Islam merupakan kawasan yang paling terbelakang di antara penganut agama besar lain. Dengan kata lain, di antara semua penganut agama besar di muka bumi ini, para pemeluk Islamlah yang paling rendah dan lemah dalam hal sain dan teknologi (madjid, 1990: 21). Hal ini disebabkan antara lain, karena pendidikan Islam di negeri muslim hingga akhir abad ke-20 masih menekankan aspek teologis, kurang memperhatikan aspek pengembangan ilmiyah. System pendidikan islam masih disibukan dengan persoalan teologis, yang menganggap aspek sain dan teknologi menjadi tidak penting dan tidak sempat terpikirkan. Pendidikan Islam, hingga saat ini lebih cenderung pada aspek yang berkaitan dengan normatifitas, mengakibatkan tuntutan historisitas. Akibatnya, umat Islam berada di garis paling belakang dalam hal penguasaan IPTEK.(kurniawan, 2013 :295).
Berkaitan dengan pemaparan pernyataan kondisi pendidikan Negara berkembang khususnya Islam, maka perlulah modernisasi atau pembaharuan system pendidikan Islam di Indonesia untuk tercapainya keseimbangan antara teori dan praktis sehingga berdampak kepada lulusan-lulusan yang mampu bersaing di dunia maju saat ini. Hasil penalaran Azra, bahwa usaha pembaruan dan pengembangan sistem pendidikan Islam selama ini belum maksimal atau tidak komprehensif dan menyeluruh. Karena, sebagian besar sistem pendidikan Islam belum dikelola secara profesional. Kebanyakan lembaga pendidikan Islam masih dikelola dengan semangat “keikhlasan”, sehingga tidak terjadi esensial dalam pendidikan Islam. Tetapi menurutnya, tanpa harus mengorbankan semangat keikhlasan dan jiwa pengabdian, sudah waktunya sistem dan lembaga pendidikan Islam dikelola secara profesional, bukan hanya dalam soal penggajian, pemberian honor, tunjangan atau pengelolaan administrasi dan keuangan. Profesionalisme mutlak pula diwujudkan dalam perencanaan, penyiapan tenaga pengajar, kurikulum dan pelaksanaan pendidikan itu sendiri.( Azra, 2002 : 59-60).
Demikian juga menurut Harun Nasution, tidaklah mesti pembaruan itu baru akan terjadi kalau agama sudah ditinggalkan. Pembaruan dapat dilaksanakan dengan tidak meninggalkan agama. Yang perlu ditinggalkan dalam pembaruan adalah tradisi yang bertentangan dengan perkembangan zaman. Islam tidak menghalangi pembaruan selama tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang dibawa wahyu.(Nasution,1992 : 209).
Jadi, pembaruan pendidikan Islam mesti dilakukan tidak hanya sekedar survive di tengah persaingan global yang semakin tajam dan ketat, tetapi juga berharap mampu tampil di depan. Oleh karena itu, pembaruan pendidikan Islam dimulai dari sistem dan kelembagaan pendidikan Islam. Tegasnya adalah pembaruan pendidikan Islam yang didasarkan pada prinsip modern. 
Azyumardi Azra adalah seorang pemikir kontenporer yang menaruh perhatian besar terhadap upaya Islamisasi Ilmu pengetahuan dan pemikiranya mempunyai relevansi dengan perkembangan sains dan teknologi serta mengikuti perkembangan zaman, bahkan banyak sekali di dalam tulisanya ia berupaya untuk memikirkan kemajuan-kemajuan yang akan terjadi dimasa depan sehingga dengan pemikiran ia inilah ia berhak dimasukan ke dalam kelompok modernis.
Dan penulis juga mempunyai pendapat bahwa Azyumardi Azra adalah salah seorang tokoh yang menggabungkan pendidikan agama Islam ke dalam pemikiran Pragmatisme di dalam aliran filsafat, yang mana untuk mengukur suatu kebenaran atau keberhasilan haruslah dilihat dari berapa letak perubahan dan memudahkan tercapainya suatu tujuan atau kepentingan tertentu.























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
·         Bagaimana riwayat hidup Azyumardi Azra
·         Pendapat Azyumardi Azra hakikat pemikiran pendidikan Islam adalah suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW., agar dapat mencapai derajat yang tinggi supaya ia mampu menunaikan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi, dan berhasil mewujudkan kebahagiaan di Dunia dan Akhirat. Dan pendidikan bukan hanya proses transfer ilmu pengetahuan dari orang yang tidak tahu menjadi tahu saja namun pendidikan juga di identikan dengan bimbingan serta penanaman nilai-nilai karakter yang ada di dalam setiap mata pelajaran.
·         Sumber-sumber pendidikan Islam menurut Azyumardi Azra adalah adalah (1) Al-quran (2) Sunnah Nabi, (3) Ijtihad sahabat, (4) Kemaslahatan Masyarakat, (5)  Nilai- nilai adat istiadat dan kebiasaan sosial, dan (6) hasil pemikiran pemikir Islam
·         Pendapat Azymumardi Azra tentang modernisasi adalah Islam merupakan upaya untuk mengaktualisasikan ajaran Islam agar sesuai dengan perkembangan sosial yang terjadi.

B.     Saran
Pemakalah menyadari dalam pembuatan makalah ini banyak kelemahan dan kekurangan, maka dari itu pemakalah menyarankan kepada pembaca agar dapat membaca beberapa referensi yang ada, dalam memperkuat dan memperkaya wacana dari materi filsafat pendidikan islam tentang pendidikan agama Islam menurut Azyumardi Azra ini dan pemakalah juga menyadari dalam penulisan ini tentu banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, mohon kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan makalah ini.






3 komentar: